HOME

Selasa, 25 Agustus 2015

PILIHAN ATAU TERPAKSA ?



Saat ini saya di suatu titik antara tetap bekerja atau resign.

Kenapa resign? Kalau nanti income tidak mencukupi bagaimana?

Sebetulnya saya sudah memiliki  keinginan untuk berhenti bekerja saat saya menemukan perbedaan prinsip ( damn Interkraft case!!) kira-kira  8 bulan lalu..tapi saya masih maju mundur ( dan sama sekali tidak cantik)

Semakin mantab untuk berhenti bekerja saat seusai libur lebaran tahun 2015 ( Agustus), PRT saya member kabar bahwa dia tidak kembali…huu…huu…huu…saya kembali melihat ketiga lelaki saya dititipkan di rumah eyang-nya ( baca: mertua), dimana pagi-pagi sudah hectic, mulai dari membangunkan mereka untuk sekolah ( saat ini Alhamdulillah lelaki saya yang ke-2 sudah masuk TK-A), menyiapkan baju/kebutuhan mereka saat dirumah eyang. Saya pun harus terburu-buru untuk siap cabuut dari rumah ke halte di A.Yani untuk menyambut P1 (bus DAMRI jurusan Bungurasih-Perak). As the information if I arrived at the bus stoppage @07.00, means I AM LATE!! So you could imagine what time we should be wake up, from cleaning the house-preparing for kids. Monday-Friday.

Belum lagi untuk urusan penjemputan sekolah, pandhut harus pontang-panting dari kantor-TK- rumah eyang…kalau adek Risang lagi rewel, hmmm bisa lebih panjang urusannya. Adek Risang kadang nggak mau dirumah eyangti, maunya dirumah sepupunya di Pandugo, kalau sudah begitu anak-anak bisa terpisah-pisah, kakak dirumah eyang..adek-adek dirumah Pandugo.  Duh…nyesek rasanya lihat mereka harus dititipkan begitu. Apa ya mereka makannya teratur? Gimana bobok siangnya? P*p nya?  *crying silently*

Itu masih urusan teknis  riwa-riwi nya….masih ada urusan psikologisnya yang menjadi bahan pertimbangan saya.  Contoh: saat mereka menelepon saya “ Mma aku belum makan, yangti nggak masak Mma”. “ Mma adek pup dicelana, soalnya mbaknya disini tidur”.  Kalau sudah begini saya akan berusaha bersikap tenang di telepon, memberikan pengarahan singkat untuk kakak, tapi dalam hati saya seperti ditusuk. Terkadang kakak sampai sering terlambat untuk mengumpulkan tugas sekolah, karena tidak ada yang mengawasi dan menemaninya untuk menyelesaikan tugas. Malam hari saat kita semua sudah tiba di gayungsari, kondisi fisik anak-anak sudah lelah dan mengantuk, boro-boro ngerjakan PR, lha wong perjalanan dari Bratang – Gayungsari saja mereka sudah terlelap di mobil…Ooh God The Merciful, Please Help me….

Saya seperti tidak bisa berbuat apa-apa untuk mereka, padahal tidak setiap saat hari-hari saya dikantor dibanjiri oleh pekerjaan. Harusnya saya bisa sekedar untuk menjemput kakak dari sekolah, atau menemani mereka makan siang di Bratang. Tapi saya tidak bisa…karena saya tidak diijinkan meninggalkan kantor diluar jam istirahat unless saya mengajukan ijin early leave., dimana early leave ini hanya dibatasi total 4 jam per minggunya….Ruwet….ribet…mbulet!! ouuw kiddos please forgive your mother, it doesn’t mean I don’t care about you, kids..but mommy can’t leave office just to see you; feed you, to pick you up from school.

I said to myself one day, I MUST DO SOMETHING..must do something to take care of them, to raise them..and I want to resign. Yes, I want to resign from my job.

Niat utama saya adalah mengurus dan membesarkan anak-anak. Saya ingin mendampingi mereka tumbuh besar .

Apakah saya takut tidak punya cukup dana untuk mereka? Iya ada rasa kuatir apabila saya tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka.  Sampai suatu hari, saya ngobrol dengan Pak Fathur (bapak operation dari lantai 1). Pak Fathur ini sama dengan saya, beliau juga memiliki 3 putra/putri. Awalnya istri beliau bekerja di sebuah perguruan tinggi swasta ternama di Surabaya, sampai suatu hari sang istri memilih mengundurkan diri dari pekerjaan untuk focus pada kesehatannya dan membesarkan ketiga anaknya. Sayapun bertanya kepada pak Fathur “ pak, apa istrinya dulu gag takut, gag punya duit pak?” beliau menjawab “ ya takut non, aku nate sampe bener-bener gag duwe duit, nemu duit sewu ae rasane bersyukuuuur”..*dhueeeeeennng* mungkin karena melihat ekspresi saya yang ndomblong bin bengong, pak Fathur-pun memberi masukkan “nggak usah takut non, pasti tercukupi…niatmu ngeramut anak-anak, InsyaAlloh Dicukupi, mindset-mu kudu dirubah..sing biasane tuku2 jajan, mbesuk wes dialokasikan kanggo anak-anak, prioritas saiki bener-bener buat anak-anak” dia pun lalu melanjutkan “ rejeki itu sudah ada yang ngatur, jangan takut kekurangan, jangan takut miskin…jangan perna mandeg buat nyuwun karo Gusti Alloh”

Percakapan dengan pak Fathur ini  juga menjadi pertimbangan saya. Namun untuk lebih memantabkan hati saya….saya pun mulai melakukan sholat malam, sholat Istikharah, meminta PetunjukNya, memohon kejernihan pikiran untuk dapat menangkap PetunjukNya. Memohon Ditunjukkan jalan yang terbaik. Apakah resign dari sini adalah jalan yang terbaik munurutNya ataukah tetap bekerja.



Resign (yang suatu saat nanti) adalah pilihan saya, agar dapat memberikan lebih banyak waktu saya, untuk anak-anak,mengurus dan  membesarkan mereka.  Dan bukan terpaksa karena saya tidak memiliki PRT. Well, let start it with بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ