Saat ini saya di suatu titik antara tetap bekerja atau
resign.
Kenapa resign? Kalau nanti income tidak mencukupi bagaimana?
Sebetulnya saya sudah memiliki keinginan untuk berhenti bekerja saat saya
menemukan perbedaan prinsip ( damn Interkraft case!!) kira-kira 8 bulan lalu..tapi saya masih maju mundur (
dan sama sekali tidak cantik)
Semakin mantab untuk berhenti bekerja saat seusai libur
lebaran tahun 2015 ( Agustus), PRT saya member kabar bahwa dia tidak
kembali…huu…huu…huu…saya kembali melihat ketiga lelaki saya dititipkan di rumah
eyang-nya ( baca: mertua), dimana pagi-pagi sudah hectic, mulai dari
membangunkan mereka untuk sekolah ( saat ini Alhamdulillah lelaki saya yang
ke-2 sudah masuk TK-A), menyiapkan baju/kebutuhan mereka saat dirumah eyang.
Saya pun harus terburu-buru untuk siap cabuut dari rumah ke halte di A.Yani
untuk menyambut P1 (bus DAMRI jurusan Bungurasih-Perak). As the information if
I arrived at the bus stoppage @07.00, means I AM LATE!! So you could imagine what
time we should be wake up, from cleaning the house-preparing for kids.
Monday-Friday.
Belum lagi untuk urusan penjemputan sekolah, pandhut harus
pontang-panting dari kantor-TK- rumah eyang…kalau adek Risang lagi rewel, hmmm
bisa lebih panjang urusannya. Adek Risang kadang nggak mau dirumah eyangti,
maunya dirumah sepupunya di Pandugo, kalau sudah begitu anak-anak bisa
terpisah-pisah, kakak dirumah eyang..adek-adek dirumah Pandugo. Duh…nyesek rasanya lihat mereka harus
dititipkan begitu. Apa ya mereka makannya teratur? Gimana bobok siangnya? P*p
nya? *crying silently*
Itu masih urusan teknis riwa-riwi nya….masih ada urusan psikologisnya
yang menjadi bahan pertimbangan saya. Contoh: saat mereka menelepon saya “ Mma aku
belum makan, yangti nggak masak Mma”. “ Mma adek pup dicelana, soalnya mbaknya
disini tidur”. Kalau sudah begini saya
akan berusaha bersikap tenang di telepon, memberikan pengarahan singkat untuk
kakak, tapi dalam hati saya seperti ditusuk. Terkadang kakak sampai sering
terlambat untuk mengumpulkan tugas sekolah, karena tidak ada yang mengawasi dan
menemaninya untuk menyelesaikan tugas. Malam hari saat kita semua sudah tiba di
gayungsari, kondisi fisik anak-anak sudah lelah dan mengantuk, boro-boro
ngerjakan PR, lha wong perjalanan dari Bratang – Gayungsari saja mereka sudah
terlelap di mobil…Ooh God The Merciful, Please Help me….
Saya seperti tidak bisa berbuat apa-apa untuk mereka,
padahal tidak setiap saat hari-hari saya dikantor dibanjiri oleh pekerjaan.
Harusnya saya bisa sekedar untuk menjemput kakak dari sekolah, atau menemani
mereka makan siang di Bratang. Tapi saya tidak bisa…karena saya tidak diijinkan
meninggalkan kantor diluar jam istirahat unless saya mengajukan ijin early
leave., dimana early leave ini hanya dibatasi total 4 jam per minggunya….Ruwet….ribet…mbulet!!
ouuw kiddos please forgive your mother, it doesn’t mean I don’t care about you,
kids..but mommy can’t leave office just to see you; feed you, to pick you up
from school.
I said to myself one day, I MUST DO SOMETHING..must do
something to take care of them, to raise them..and I want to resign. Yes, I
want to resign from my job.
Niat utama saya adalah mengurus dan membesarkan anak-anak.
Saya ingin mendampingi mereka tumbuh besar .
Apakah saya takut tidak punya cukup dana untuk mereka? Iya
ada rasa kuatir apabila saya tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka. Sampai suatu hari, saya ngobrol dengan Pak
Fathur (bapak operation dari lantai 1). Pak Fathur ini sama dengan saya, beliau
juga memiliki 3 putra/putri. Awalnya istri beliau bekerja di sebuah perguruan
tinggi swasta ternama di Surabaya, sampai suatu hari sang istri memilih
mengundurkan diri dari pekerjaan untuk focus pada kesehatannya dan membesarkan
ketiga anaknya. Sayapun bertanya kepada pak Fathur “ pak, apa istrinya dulu gag
takut, gag punya duit pak?” beliau menjawab “ ya takut non, aku nate sampe bener-bener gag duwe duit,
nemu duit sewu ae rasane bersyukuuuur”..*dhueeeeeennng*
mungkin karena melihat ekspresi saya yang ndomblong bin bengong, pak Fathur-pun
memberi masukkan “nggak usah takut non, pasti tercukupi…niatmu ngeramut
anak-anak, InsyaAlloh Dicukupi, mindset-mu kudu dirubah..sing biasane tuku2
jajan, mbesuk wes dialokasikan kanggo anak-anak, prioritas saiki bener-bener
buat anak-anak” dia pun lalu melanjutkan “ rejeki itu sudah ada yang ngatur,
jangan takut kekurangan, jangan takut miskin…jangan perna mandeg buat nyuwun
karo Gusti Alloh”
Percakapan dengan pak Fathur ini juga menjadi pertimbangan saya. Namun untuk
lebih memantabkan hati saya….saya pun mulai melakukan sholat malam, sholat
Istikharah, meminta PetunjukNya, memohon kejernihan pikiran untuk dapat
menangkap PetunjukNya. Memohon Ditunjukkan jalan yang terbaik. Apakah resign
dari sini adalah jalan yang terbaik munurutNya ataukah tetap bekerja.
Resign (yang suatu saat nanti) adalah pilihan saya, agar
dapat memberikan lebih banyak waktu saya, untuk anak-anak,mengurus dan membesarkan mereka. Dan bukan terpaksa karena saya tidak memiliki
PRT. Well, let start it with بِسْمِ
اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْ